Monday 22 February 2016

Memeluk Masa Lalu

"Mungkin, cinta memang tak berarti harus memiliki. Asal kamu tahu orang yang kamu cintai hidup baik-baik dan bahagia, kamu merasa semuanya sudah cukup. Maka, kemudian kamu akan menjauh, menjalani hidupmu dengan seseorang yang baru, dan berharap melupakan dia yang ada di masa lalumu."

Kalimat barusan merupakan petikan dari buku nya Dwitasari yang berjudul Memeluk Masa Lalu. Awalnya aku kira buku ini berisi quote-quotenya Dwita yang sudah pasti bikin BaPer pembacanya, eh ternyata ini buku novel yang mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Cleo dan Laki-laki bernama Raditya.

Cleo tak bisa berhenti memikirkan raditya, lelaki yang ditemuinya tiga tahun lalu saat perjalanan Yogyakarta-Cibinong dengan bus. Cleo pikir pertemuan singkat itu tidak akan berarti apa-apa baginya. Nyatanya dia salah. Bunga-bunga kerinduan bermekaran di hati Cleo setelah itu.

Saat Cleo hampir memutuskan untuk melupakan Radit, rupanya takdir berkehendak lain. Cleo kembali bertemu radit, sosok yang dia mimpikan setiap malam. Sayangnya, Radit tak lagi seperti dulu. Hati Cleo tercabik, patah hati untuk kali kedua. Dia benar-benar menyesali kebodohannya telah menyia-nyiakan pertemuan pertama. Pertemuan yang seharusnya berlanjut bahagia.

Dua paragraph diatas adalah synopsis yang tertulis di balik buku memeluk Masa Lalu ini. Buku ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka, ukuran buku ini cukup mini dengan jumlah halaman 132 halaman. Aku baca buku ini hanya satu jam saja, sambil mencuri-curi waktu jam kerja *upss.

Over all buku ini menurut ku bisa bikin pembacanya BaPer, karena ceritanya memang diambil dari kisah percintaan remaja perempuan yang mungkin pernah atau sering dialami oleh kaum perempuan. Berkisah tentang pertemuan pertama Cleo dengan Raditya di sebuah bus, namun sebelum di bus tujuan Yogyakarta itu mereka sebelumnya pernah bertemu namun saat itu Cleo malah adu mulut dengan Raditya. Sampai akhirnya di Yogyakarta mereka berpisah dan lost contact hingga 3 tahun. Tapi akhirnya takdir mempertemukan mereka, kemudian tumbuh rasa cinta diantara mereka sampai Cleo dan Raditya saling merasa nyaman. Hingga akhirnya Raditya menikah, dan Cleo pun menemukan tambatan hati yang juga adalah teman SD nya.

Well, ceritanya emang kayak kisah-kisah di FTV sih. Tapi buku ini cukup sukses lah bikin aku terhanyut dalam ceritanya, dan yang terpenting aku gak BaPer hihi. Menurut aku sosok si Cleo ini cukup agresif, dan Raditya digambarkan sebagai sesosok laki-laki yang cukup membuat kejengkelan aku kepada sosok laki-laki semakin menjadi.

Dari buku ini yang bisa aku ambil pelajaran adalah, bahwa pertemuan pertama memang jangan disia-siakan, tapi jangan juga terlalu berharap bahwa dari pertemuan pertama bisa berujung manis dan bahagia. Oh iya satu lagi, dari buku ini aku akan semakin berhati-hati untuk menjatuhkan hati pada laki-laki.

Ini penampakan buku Memeluk Masa Lalu, yang disebelahnya itu semacam bonus quote berbentuk card gitu


Monday 25 January 2016

Aku dan Rectoverso

Jadi, di 2016 ini aku punya resolusi untuk baca 50 buku dalam satu tahun. Walaupun agak pesimis bisa tercapai, tp why not lah dicoba dulu. Gak ada aturan juga sih harus baca buku genre apa, pokoknya buku yang emang bikin pikiran terbuka, nambah wawasan, pengetahuan, dan nambah kosa kata juga hihi.

And Finally, buku pertama yang aku baca di tahun 2016 ini adalah bukunya dari Dee, Rectoverso. Telat banget sih aku baru baca, tapi kan gak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu baik (pembelaan). Nah, sebelumnya aku sudah nonton film nya dan memang jatuh hati juga sih sama filmnya. Iya, jadi sekitar tahun 2013 novel Rectoverso ini diangkat ke layar lebar. Tapi gak semua sub judul yang ada di dalam buku ini diangkat ke layar visual.

Ini penampakan novel dengan cetakan cover film
Mungkin karena aku lebih dulu nonton film nya, jadi waktu baca beberapa judul cerita dari novel ini imajinasi ku kurang main. Tapi, aku tetap kagum sama karya Dee yang ini. Setiap kata yang ia rangkai sampai membentuk kalimat-kalimat indah membuat aku sebagai pembaca bisa masuk ke dalam cerita dan terperangah menafsirkan cerita tersebut.

Ada beberapa kutipan yang aku suka dari buku ini, sebenernya banyak sekali. Tapi kutipan ini yang paling aku suka.

"Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu ku gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup ku hayati bayangannya dan tak akan kumiliki keutuhannya" (Hanya Isyarat - Rectoverso)

Well, aku rasa buku ini mengawali dan meningkatkan kembali selera membaca ku. Masih ada 49 buku lagi yang harus aku baca dan sedikit review. Semoga semangat membaca ku tidak kendor.




Yufi, 25 Januari 2016

Wednesday 20 January 2016

Introduce

Ah akhirnya aku kembali ke dunia blogger. Blog ini sebenarnya sudah terlahir sejak tahun 2013, untuk tuntutan tugas mata kuliah saja hihi.

Kenapa aku memutuskan untuk mulai mengisi blog yang hampir lapuk di makan usia dengan coretan-coretan isi hati aku? Karena salah satu dari sekian banyak resolusi ku di tahun 2016 ini adalah “aktif menulis di blog”.

Jadi, segala coretan tugas mata kuliah tahun 2013 yang pernah hadir di blog lucu nan imut itu sudah aku delete. Kenapa di delete? Karena di blog ini aku hanya ingin membagi seputar catatan yang aku alami dan rasakan, dan juga aku ingin belajar me-review sebuah tempat, barang, lagu, buku, atau apapun itu yang sekiranya bisa di review.

Dan ini adalah postingan kedua aku, postingan awal sudah aku posting yang aku copas dari tumblr pribadi ku. Semoga tulisan-tulisan yang akan aku publish bisa bermanfaat untuk semua orang, dan tidak menyinggung siapapun.



Salam hangat,




Yufi, 21 Januari 2016

Untuk Ibu

Ibu…
Ini aku, anak perempuanmu yang telah tumbuh besar namun ternyata belum menjadi wanita dewasa yang kuat.
Aku kini sama sepertimu sudah bisa mendapatkan lembaran rupiah dari keringat sendiri, namun nyatanya aku belum bisa membuatmu bahagia dan memenuhi segala keinginanmu.
Ibu…
Masih ingat saat dengan sekuat hati bibir lembutmu melarang aku untuk tidak usah memiliki kekasih sampai pendidikan S1 ku selesai, tapi dengan keras kepala aku melanggarnya dan berjalan dengan lawan jenis tanpa sepengetahuanmu. Maafkan aku untuk hal satu ini, Bu.
Saat ini, untuk pertama kalinya akhirnya aku berani untuk memperkenalkan seorang pria padamu.
Ibu…
Aku tau kekhawatiran mu pada anak gadis pertamamu tak bisa disembunyikan. Sampai ketika aku meminta izin untuk menghabiskan satu hari bersama priaku, sejuta nasehat terucap dari bibirmu, dan aku hanya mengangguk tanda setuju. Sampai suatu ketika satu bulan lamanya priaku tidak mengunjungiku, rasa cemas terpancar dari matamu, berulang kali pertanyaan yang sama menanyakan alasan mengapa priaku tak menemuiku. Aku tau ini merupakan bukti bahwa tidak boleh ada satu priapun yang melukai hati anak perempuanmu ini. Padahal nyatanya dalam sebulan priaku ini sudah menemuiku, hanya saja aku tak menceritakannya padamu. Lagi-lagi maafkan aku, Bu.
Tapi Bu…
Nyatanya aku masih seperti dahulu, anak perempuan kecil yang cengeng. Aku masih selalu menangis diam-diam di belakangmu setiap kali priaku menggoreskan sedikit luka di hati ini. Aku masih saja menitikan air mata setiap kali priaku meruntuhkan kepercayaanku. Ingin aku memelukmu menumpahkan segala kegusaran ini, tapi aku malu Bu. Karena aku terlanjur berucap kalau priaku ini baik dan tidak mungkin membuat aliran sungai di pipiku.
Ibu…
Terkadang aku lelah, hasrat menggebu-gebu ingin bisa segera membangun kehidupan mandiri bersama priaku seakan sirna dalam sekejap. Aku masih ingin lebih lama menjadi anak perempuanmu yang manja, yang selalu dituruti apapun keinginannya.
Ibu…
Ajarkan aku menjadi perempuan tangguh sepertimu. Aku tau lelah yang saat ini aku rasa hanya sebagian kecil kerikil yang harus aku lalui. Terimakasih sudah sudi menerima priaku untuk mengisi hati anakmu ini, dan maaf karena mungkin priaku ini masih jauh dari kata ideal untuk menjadi menantumu.

Bandung (dalam derasnya guyuran hujan), 28122015